Kamis, 14 Juni 2012

Iwak Asin - Sego Jagung Pinggir Alas Blora

Menu Penggugah selera Makan, sego jagung, iwak asin, oseng
oseng cabai hijau, mlanding (lamtoro) di tambah sambel trasi.
KABUPATEN Blora selama ini dikenal sebagai daerah penghasil jagung terbanyak kedua di Jateng setelah Grobogan. Masyarakatnya pun terbiasa mengonsumsi makanan berbahan dasar jagung, diantaranya sego jagung. Tak hanya saat paceklik, sego jagung kerap disantap meski telah tersedia pula nasi berbahan dasar beras.

Maka tak heran jika warung yang menyediakan sego jagung lengkap dengan lauk pauknya mudah ditemukan di segala penjuru kabupaten yang berbatasan dengan wilayah Jawa Timur ini. Bahkan di pinggir hutan jati pun ada warga yang berjualan sego jagung.
Adalah Dami (50), si penjual sego jagung tersebut. Warga Desa Gedongsari Kecamatan Banjarejo itu membuka warung di pinggir hutan jati di jalur Blora-Randublatung, atau tepatnya di pertigaan menuju kawasan Semanggi Kecamatan Jepon di depan pos pemeriksaan hasil hutan Ngodo. "Sudah 11 tahun saya berjualan di pinggir hutan ini," ujar Dami.
Bisa jadi karena lokasinya yang cukup jauh dari pemukiman dan tidak ada warung lagi di kawasan tersebut, warung yang dikelola Dami menjadi jujukan pengendara yang melintasi jalur Blora-Randublatung. "Setiap hari saya buka warung pukul 05.30 dan biasanya tutup pukul 17.00. Tapi kalau makanannya sudah habis lebih dulu, tutupnya juga lebih cepat," kata Dami.

Sayur Lodeh Lompong
Dipilihnya warung Dami sebagai jujukan juga bukan tanpa alasan. Satu yang pasti, makanan yang disajikan pas di lidah dan enteng di kantong. "Saya suka sego jagung yang dijual di sini," tandas Wahyu, salah seorang pembeli sambil menyanyikan lagu dangdut Iwak Peyek Sego Jagung yang tenar dinyanyikan Trio Macan.
Namun lauk sego jagung di warung Dami bukan iwak peyek melainkan ikan asin kecil-kecil. Oseng-oseng cabai hijau dan tomat dicampur mlanding (lamtoro) menjadi pelengkap penggugah selera. Bagi yang suka sayur lompong, Dami juga menyediakannya.
"Kalau kurang pedas, tinggal ditambah sambal saja. Rasanya mak nyos. Dijamin selera makan meningkat apalagi setelah berkendara cukup jauh. Tambah dan tambah lagi," kata Yudhi, pembeli lainnya.
Pembeli pun tak perlu khawatir dengan harga. Meski makanan yang disantap habis banyak namun rupiah yang harus dikeluarkan dari kantong terbilang sangat minim. Satu porsi sego jagung dan lauknya dihargai Rp 3.000. Ada satu lagi makanan yang disajikan Dami yang tak kalah laris dengan sego jagung, yakni rica-rica mentok.
Bahkan saking larisnya, pembeli yang datang selepas pukul 13.00 siap-siap saja tidak kebagian. "Biasanya ada yang memborong, dibungkus dibawa pulang. Biasanya yang memborong itu warga Randublatung yang setiap hari ke Blora untuk satu keperluan," kata Dami.
Seporsi rica-rica mentok dijual dengan harga Rp 8.000. Namun sayang tidak setiap hari rica-rica mentok disajikan. Penyebabnya antara lain karena tidak ada pasokan bahan baku mentok. "Kadang saat saya belanja di Pasar Blora, tidak ada pedagang yang jualan mentok. Kalau sudah seperti itu saya juga tidak masak rica-rica mentok," tutur Dami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar