Jarwati sedang menggoreng kerupuk melarat diatas tungku dan wajan dari tanah liat. |
----------------------------
Srekk...Srekkk...Srekkkk...suara itu terdengar dari sebuah rumah sederhana di Dusun Jompong, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Ritmenya beraturan dan berulang-ulang.
Setelah ditelusuri, ternyata, suara itu berasal dari suara gesekan pasir yang dipanaskan dalam kuali besar. Disamping kuali yang dipanaskan diatas tungku dari tanah liat, terlihat sesorang perempuan sibuk mengaduk-aduk isi kuali dengan serok yang terbuat dari kayu.
Tak berapa lama, tangan perempuan bertubuh sedang itu mengambil bahan kerupuk dari sebuah rinjing (keranjang dari anyaman bambu) yang sudah dipersiapkan disampingnya. Dengan cekatan tangannya memasukan satu persatu kerupuk berwarna putih merah kedalam kuali berisi pasir yang sudah panas.
Hanya dengan waktu yang singkat, kerupuk dalam kuali sudah mengembang. Dia pun segera mengambilnya untuk kemudian ditaruh dalam keranjang yang sudah dipersiapkan disampingnya.
Itulah sepintas aktifitas Jarwati, salah satu pembuat Kerupuk Upil atau oleh masyarakat Dusun Jompong disebut Kerupuk “Melarat”.
"Ya gini mas, kerjanya setiap hari. Setelah pulang dari pasar jam 9 pagi sehabis jualan kerupuk melarat ini, langsung goreng krupuk lagi buat dijual besoknya lagi," kata Jarwati membuka perbincangan pada Minggu,(10/1/2014).
Perempuan berusia 38 tahun kemudian menjelaskan mengapa kerupuk upil disebut melarat. "Ya karena gorengnya itu tidak pakai minyak goreng, tapi dengan pasir yang dipanaskan dalam bara api," tuturnya sambil tersenyum.
Setelah semua bahan kerupuk digoreng, aktifitas selanjutnya yang dilakukan Jarwati adalah mengemas kerupuk tersebut kedalam kantong plastik menjadi beberapa ukuran untuk kemudian dipasarkan.
Bagi Jarwati, membuat kerupuk melarat juga bergantung dengan cuaca. Karena sebelum kerupuk digoreng dalam wajan dari tanah liat, harus dijemur dibawah terik matahari agar kering. Sebab cara pembuatan yang dia lakukan selama ini masih menggunakan peralatan tradisional.
Mulai dari tungku yang digunakan berasal dari tanah liat, perapian menggunakan kayu bakar, penjemuran kerupuk yang mengandalkan sinar matahari hingga membuat adonan kerupuk sebelum dipanaskan.
Untuk itulah ketika musim hujan seperti ini, saat ada panas matahari Jarwati buru-buru menggelar terpal plastik di halaman rumahnya untuk menjemur bahan kerupuk melaratnya.
Tak mengherankan, terkadang di sela-sela menggoreng kerupuk, dia kerap sering berdiri dan melongok ke depan rumah untuk melihat bahan kerupuk yang dijemur sudah kering atau belum.
"Semua perlu disiapkan sekarang Mas, karena pukul 02.30 WIB dini hari saya sudah harus berangkat ke pasar," sergah Jarwati sambil tanganya sibuk mengambil kerupuk dalam kuali.
Meski dengan kesibukannya menyiapkan bahan, menggoreng, hingga mengemas kerupuk itu, Jarwati tetap ramah melayani pertanyaan seputar usaha yang sudah digelutinya bertahun-tahun.
Dia mengatakan, untuk membuat kerupuk melarat ini setiap hari dia bisa menghabiskan 25 kg tepung kanji. Sedangkan proses pembuatan krupuk itu sangat sederhana yaitu tepung kanji dicampur air kemudian diaduk dan dimasak sampai menjadi seperti bubur atau jenang kemudian di bikin seperti lontong.
Setelah itu, lontong kemudian di iris tipis-tipis, dicampur dengan air bawang putih lalu dijemur kurang lebih 2/3 hari. "Itupun tergantung cuaca juga. Kalau terik matahari ya bisa lebih cepat kering," terang Jarwati.
Layak di Kembangkan Jadi Home Industri
Bahan kerupuk upil dijemur terlebih dahulu sebelum digoreng. |
Adapun lokasi pasar tradisional yang menjadi sasaran pembuat krupuk mlarat diantaranya Pasar pahing di Desa Sumber, Pasar Kradenan, dan ppasar Wulung Randublatung.
Meski tak jauh dari rumah mereka berdiri Central Prosessing Plan (CPP), sebuah pabrik gas bumi terbesar se Asia Tenggara yang memproduksi gas bumi dari area Blok Gundih dalam Proyek Pengembangan Gas Jawa oleh PT. Pertamina EP. PPGJ, para pengusaha kecil itu tetap survive disaat orang-orang mengejar pekerjaan di proyek. Mereka tidak terpengaruh sama skali.
"Mereka tetap eksis dengan kemandiriannya memproduksi dan menjual kerupuknya ke pasar-pasar tradisional," timpal Kepala Desa Sumber, Zaki Bachroni dikonfirmasi terpisah.
Menurut Zaki, kerupuk upil atau mlarat ini merupakan khas di Dusun Jompong, Desa Sumber. Selain itu juga menjadi sumber ekonomi warga setempat selain mengandalkan hasil pertanian.
"Dengan produksi kerupuk upil tersebut mereka bisa mandiri, untuk kebutuhan keluarga, sekolah anak-anaknya maupun kebutuhan lainnya," ujar Zaki.
Karena itu, dengan keberadaan usaha kecil ini diharapkan ada pihak-pihak terkait yang peduli untuk membantu mengembangkan kerupuk melarat agar menjadi sebuah home industri yang bisa mengangkat kesejahteraan warga.
Caranya dengan memberikan bantuan alat produksi seperti mesin pengolahan, pengering, alat pengirisan lontong, maupun pemasaran. Selain itu juga pelatihan ketrampilan agar mereka lebih inovatif dalam memproduksi kerupuk melarat untuk menghasilkan beraneka macam rasa seperti bumbu-bumbu pedas, balado dan lainnya. Karena kerupuk melarat itu lebih enak jika disantap dengan sambal kacang.
"Jika itu terlaksana, saya yakin usaha ini akan menjadi home industri yang dapat mengangkat kesejahteraan warga. Karena usaha ini sudah lama ada dan tinggal mengembangkan saja,” tegas Zaki, optimis.
Menanggapi usaha kecil itu, Legal end Relathion Manager, PT. Pertamina EP. Asset 4, Arya Dwi Paramitha, mengaku, salut terhadap kemandirian warga Dusun Jombong yang mampu menopang ekonominya dengan usaha pembuatan kerupuk upil. Namun begitu, pria asli Bogor, Jawa Barat, itu belum menyiapkan program pemberdayaan masyarakat bagi pelaku home industri kerupuk upil atau melarat ini.
"Terima kasih infonya, Mas. Coba nanti kami diskusikan rencana tindaklanjutnya," katanya.
Lebih lanjut Arya mengatakan, bahwa pada prinsipnya Pertamina EP. berkomitmen untuk tumbuh bersama lingkungan. Artinya, setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah operasinya akan lebih dulu dikoordinasikan dengan pemerintah desa, muspika, dan kabupaten.
“Program yang kita lakukan harus sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada, sehingga diharapkan bisa mendukung upaya penumbuhan kemandirian ekonomi masyarakat, serta selaras dan bersinergi dengan program pemerintah setempat,” pungkas Arya.(Ali Musthofa.suarabanyuurip.com)
cr order gmn bos infony tolog
BalasHapusKerupuk upil dari Blora mmg enak ,asin gurih tapi sepertinya blm dijual online
BalasHapus