Citra: Bayangan Waktu Fajar adalah
teks drama karya Usmar Ismail, yang diterbitkan oleh Balai Pustaka,
tahun 1943.Drama ini sesuai dengan masa penciptaanya, terdapat hal-hal
yang mempropagandakan kepentingan Jepang.
Drama ini mengisahkan perseturuan antara dua kakak beradik dengan
karakter yang bertolak belakang. Perilaku tidak terpuji, merendahkan
martabat orang lain, senang berfoya-foya adalah sifat yang dianggap
tidak pantas. Demikianlah pesan drama ini. Sebanyak apapun harta yang
dimiliki seseorang apabila terus dihamburkan tentu akan habis. Drama ini
mengisahkan prilaku kurang terpuji dari seorang laki-laki yang
terpuruk pada akhir kehidupannya.
Tokoh-tokoh cerita ini adalah Pak Suryo; pemilik Onderneming teh Megaputih. Setelah meninggal, usahanya dilanjutkan oleh Ibu Suryo; Harsono, anak Pak Suryo. Ia tumbuh menjadi anak manja dan suka menghamburkan uang; Sutopo,
kakak tiri Harsono, di tuduh oleh Harsono menghabiskan kekayaan
ayahnya; Suryani, anak pungut keluarga Suryo, yang dinodai oleh Harsono,
namun Harsono tidak mau bertanggung jawab. Ia akhirnya menikah dengan
Sutomo.
Pemilik perkebunan
teh Onderneming teh megaputih, bernama Suryo memiliki anak lelaki
bernama Harsono. Ia sangat menyayangi dan memanjakan anaknya ini.
Harsono tumbuh menjadi manja, egois, dan suka menghambur-hamburkan
harta. Pak Suryo juga mempunyai anak tiri bernama Sutopo. Berbeda dengan
Harsono, ia adalah pemuda yang berbudi luhur, taat kepada orang tua,
dan suka membantu perkebunan itu. Ia tidak keberatan ketika adik tirinya
menganggapnya sebagai pekerja harian. Namun, Harsono tetap tidak
menyukai kakak tirinya itu. Ia selalu berburuk sangka terhadapnya dan
menuduh bahwa Sutomo bermaksud menguasai harta ayahnya.
Pak Suryo kemudian meninggal. Onderneming
Megaputih diteruskan oleh isterinya. Harsono memilih hidup di kota dan
memboroskan harta ayahnya. Sutomo yang tidak ingin melihat ibunya
bekerja sendiri, membantu menjalankan Onderneming Megaputih,
Karena kemahiran Sutomo dalam mengelola Onderneming teh Megaputih,
perkebunan itu berkembang pesat. Harsono tidak menghargai jerih
payahnya. Ia bahkan menganggap kakak tirinya sebagai pekerja biasa dan
mengabaikan haknya.
Ibunya
memanggil Harsono untuk kembali ke perkebunan. Ia ingin Harsono
menangani perkebunan itu. sutomo menyerahkan Onderneming tersebut kepada
adik tirinya. Banyak pekerja tidak menyukai Harsono karena tindakannya
kasar kepada bawahannya. Ia bahkan menodai Suryani, buruh pemetik teh.
Ia juga mencoba menodai Sandra, wanita cantik, yang bertabiat buruk dan
sangat materialistis.
Karena kecantikan dan kemahiran Sandra dalam merayu, Harsono jatuh
kedalam jeratan wanita itu. Ia rela menghambur-hamburkan hartanya untuk
menyenangkan wanita itu. Hubungan Harsono dan Sandra semakin akrab
berkat bantuan Sutomo.
Harsono dan Sandra sepakat untuk menikah. Setelah itu, mereka berangkat
ke Jakarta dengan membawa sejumlah uang pemberian ibu suryo. Namun,
perkawinan mereka tidak bahagia. Sandra selalu memboros-boroskan
hartanya, sehingga keuangan Harsono makin lama makin menipis dan habis
tak bersisa. Kini Harsono tidak mempunyai kekayaan apapun. Atas hasutan
Suwanto, Sandra pergi meninggalkan Harsono. Ketika mengetahui kepergian
isterinya, Harsono menjadi sangat marah.
Pada saat yang bersamaan, Harsono didatangi oleh Sutomo dan Suryani.
Mereka datang untuk minta pertanggungjawaban Harsono. Namun, Harsono
tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya itu. Ia bahkan memaki-maki
kedua orang itu sehingga suasana bertambah tegang. Sutopo menahan
emosinya, sehingga tidak terjadi pertengkaran diantara mereka.
Beberapa hari kemudian, Sandra menemui Harsono untuk menuntut cerai.
Harsono menolak permintaan itu. Ia menegaskan bahwa sepantasnya suami
isteri itu selalu bersama dalam menanggung kesusahan dan kesenangan.
Mendengar penuturan suaminya, Sandra mengatakan bahwa ia menikah
denganya bukan karena cinta, melainkan karena harta. Karenasuaminya
tidak berharta lagi, ia tidak berniat meneruskan rumahtangga mereka.
Harsono sangat marah mendengar jawaban istrinya. Ia menampar Sandra dan
mencekiknya hingga wanita itu tewas.
Dalam keadaan yang sangat kacau. Harsono melaporkan kematian istrinya
kepada polisi. Namun, hasil penyelidikan menyimpulkan bahwa kematian
Sandra disebabkan penyakit jantung yang menyerang tiba-tiba, bukan
karena penganiayaan. Setelah kejadian itu, Harsono memutuskan kembali ke
kampung halamannya untuk melihat keluarganya terakhir kalinya. Setelah
itu, ia memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya.
Sementara itu, Sutopo menikah dengan Suryani. Pikiran Sutopo sedang
melayang-layang ke masa lalu pada saat Suryani masih remaja. Ia sering
mendengar dentingan piano Suryani menyanyikan lagu Citra, yaitu bayangan
waktu fajar yang diciptakan oleh Comel Simanjuntak, salah seorang
temannya yang menjadi pujangga musik dahulu. Kini takdir tuhan telah
menentukan Suryani sebagai istrinya.
Harsono mengakui kesalahannya di hadapan ibunya. Ia sadar semua
prasangka buruk kepada kakak tirinya tidak benar. Ia mengaku bahwa kakak
tirinyalah yang telah menyelamatkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar