Kamis, 12 April 2012

CEPU Pesona Semu Kota Seribu Lampu


goasentono.blogspot.com Cepu, sungguh menjadi kota yang eksotik. Banyak perantauan dari dalam dan luar negeri di kota kecil yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bojonegoro, Jatim tersebut.
”Fasilitas Kota Cepu sangat lengkap, bahkan lebih lengkap dari pusat Kabupaten Blora,” katanya seorang penjual bubur kacang ijo, di tengah-tengah kesibukannya melayani pembeli.

Cukup beralasan apa yang dikemukakan Tukang kacng ijo tersebut. Lihatlah, di kota kecil ini, banyak hotel dan swalayan berdiri. Berbagai hotel yang cukup dikenal, sebut saja misalnya Hotel Miranda, Borobudur, Lawu Jaya, Cepu Indah, Mega Bintang, Grand Mega, Hotel Nasional, Hotel Asli, Langgeng, Pantisuko, dan Wydutama. 

Belasan hotel di kecamatan dengan luas wilayah 2.296,78 hektare, yang terdiri atas enam kelurahan dan 11 desa itu, tentu menjadi kesan wah. Belum lagi, ditambah mal-mal atau swalayan yang semakin berkembang.

Banyak Pengangguran 

Bravo, mal yang grand opening-nya baru dilakukan beberapa tahun lalu, ini sudah menjadi salah satu primadona masyarakat. ”Tidak cuma masyarakat Cepu saja yang datang ke Bravo, tetapi dari berbagai kecamatan lain, bahkan dari Bojonegoro,” terangnya.

Apakah berbagai kemegahan dan fasilitas kota yang cukup komplet itu, bisa menjadi penanda, bahwa kian hari, masyarakat dari salah satu Blok Cepu ini sudah sejahtera? ”Pengangguran di sini masih banyak,” ujarnya.

Artinya, masih banyak masyarakat Cepu atau masyarakat asli daerah, yang hidup di bawah garis kemapanan. Lihatlah komentar Rasiman, tukang becak yang harus nyambi dengan berjualan sandal di depan Toko Mustika.

”Orang sini rata-rata jadi kuli. Pedagangnya rata-rata dari luar kota, seperti Jepara, Demak, dan Blitar.” Sampingan berjualan sandal, menurutnya, juga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. ”Kalau becak saja tidak cukup,” paparnya.

Ahmad Arifin, salah satu tokoh organisasi pemuda di Cepu mengemukakan, pergerakan modal yang ada di Cepu, sangat berdampak terhadap gaya hidup masyarakat. ”Tetapi yang pasti, masyarakat juga banyak yang akhirnya terpinggirkan, karena ketidaksiapan dan ketidakberdayaannya menghadapi problema kehidupan yang semakin kompleks tersebut.”

Camat Cepu Purwadi Setiono SE mengatakan, pengangguran sebenarnya tidak cuma menjadi problem di kecamatan yang dipimpinnya. ”Di mana pun bisa kita jumpai hal itu. Tetapi pada hemat saya, mereka yang menganggur itu yang tidak memiliki daya juang dan tidak mau bersusah payah bekerja (ora gelem rekasa),” katanya.

Purwadi menyatakan, di Cepu memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan, sehingga yang harus dilakukan, adalah bagaimana membangun komunikasi, relasi, dan pemikiran, untuk maju dalam hidup di masa depan.

”Jiwa kewirausahaan perlu dibangun. Menjadi pengusaha tidak harus bermodal besar. Buktinya, para remaja laki-laki yang mau berjualan dan mengesampingkan rasa malunya, bisa sukses. Cepu ini sudah cukup dikenal eggroll waluh-nya. Ini juga potensi yang bisa dikembangkan,” jelasnya.

Pesona Semu

Pengamat sosial yang juga staf pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Muhammad, Abdul Halim Mujtaba, mengatakan, pesona Kota Seribu Lampu, masihlah pesona semu. ”Banyak masyarakat yang masih jauh dari sejahtera,” katanya.
Dengan tegas ia bahkan berani mengatakan, segala fasilitas yang ada di Cepu, belum bisa dinikmati masyarakat Cepu. ”Maka kembalikan potensi  Cepu untuk orang Cepu, bukan untuk orang asing dan dari luar daerah.”


Dia mencontohkan, banyaknya hotel dan mal yang ada di Cepu, sesuai kesepakatan, seharusnya memberikan prioritas masyarakat sekitar untuk bekerja. ”Tetapi ujung-ujungnya mentok dengan persyaratan. Seharusnya kalau mereka para pengusaha berkomitmen, persiapkan masyarakat sekitar, agar siap saat dibutuhkan,” ujarnya.

Untuk itu, Halim berharap Pemerintah Kabupaten berupaya meningkatkan paradigma dan pola pikir masyarakat. ”Paradigma masyarakat harus dibangun agar siap menghadapi berbagai tantangan. Pemerintah bisa menggandeng tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi dan pesantren.”

Dengan begitu, ia yakin, masyarakat tidak akan menjadi penonton dari kemajuan yang ada serta hanya bisa melihat segala fasilitas dengan terkagum-kagum saja. ”Ini harus dilakukan, agar pesona Cepu berikut perkembangannya, tidak lagi semu,” pintanya.

Hal senada diutarakan Ahmad Arifin. ”Pemerintah harus lebih fokus, terutama dalam pemberdayaan masyarakat, untuk meningkatkan kapasitas perekonomian. Ini harga mati, agar masyarakat Cepu tidak selalu terpinggirkan,” tandasnya.

6 komentar:

  1. memang seharus begitu memberdayakan SDM lokal jangan mengambil SDM dari luar kalo di lokal masih tersedia,meskipun bila belum mumpuni masih bisa di training kan ya...saya sendiri warga lokal disitu harus bekerja merantau di luar daerah karna terbatas ny lapangan kerja di cepu.....smoga pemerintah setempat cepat tanggap,kota cepu memiliki SDA yg melimpah seperti minyak bumi,kayu jati dll...SEJAHTERA KAN WARGA LOKAL......

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju mas Rudianto Menden...memang seharusnya begitu, jngan sampai nanti ada kesan kita seolah-olah hidup terjajah d negeri sendiri....

      Hapus
  2. cepu.. kangen cepu, wingko deket stasiun..
    tetep semangat brjuang n bangun desa.

    salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang Cepu meskipun kota kecil, tapi ngangenin...

      salam...

      Hapus
  3. Mohon kunjungi blog kami. Terima kasih.
    http://anekamebelkursi.blogspot.com/

    BalasHapus